Banjirnya informasi yang didorong oleh teknologi menimbulkan banyak pertanyaan seputar apa yang terjadi selanjutnya. Setelah abad TI lalu apa lagi? Rolf Jensen percaya bahwa informasi-informasi itu akan membentuk story (cerita) dan mengkristal dalam bentuk-bentuk emosional. Mengacu pada studi yang dilakukan Copenhagen Institute for Future Studies, Jensen menemukan gambaran konsumen masa depan.
Kata studi itu, pertumbuhan konsumsi di masa yang akan datang akan bertumpu pada hal-hal yang sifatnya nonmaterial. Artinya, konsumen akan lebih menekankan pada aspek-aspek di luar benda itu sendiri. Telepon, mobil, dan makanan memang penting, tapi produk-produk itu akan bergerak lebih cepat bila diperkaya dengan story dan emosi. Diyakini bahwa cerita suatu produk akan menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan konsumen.
Opera si Bongkok atau cerita Si Bongkok dari Notredame menggerakkan turis ke Paris menuju Katedral Notredame. Demikian juga kisah lukisan Leonardo da Vinci dan arsitek Gustave Eiffel. Semua cerita itu menggerakkan pasar secara emosional seperti halnya Anita Roddick menggerakkan The Body Shop. Dalam kehidupan modern, peranan cerita menjadi sangat penting karena manusia tidak bisa menerima mesin (komputer) begitu saja. Mesin adalah dingin, tidak memberikan sentuhan personal. Sebaliknya, cerita memberikan khayalan yang bisa dibicarakan bersama dan menimbulkan ikatan emosi yang kuat. Dengan product story yang menyentuh, suatu produk, ide, jasa, atau tempat bisa menjadi suatu kebanggaan, bahkan hero bagi seseorang.
Jensen menemukan setidaknya sudah terbentuk enam pasar besar masyarakat pemimpi ini. Saya yakin banyak di antara pembaca yang bisnisnya berada di seputar dream society namun belum memahami betul pentingnya product story dalam mendesain produk dan komunikasinya. Mungkin, setelah membacanya, Anda akan mempunyai gagasan-gagasan baru yang brilian. Keenam pasar tersebut: (1) the market for adventure, (2) the market for togetherness, friendship and love, (3) the market for care, (4) the who-am-I market, (5) the market for peace of mind, dan (6) the market for convictions. Dua pasar pertama akan saya bahas dan empat berikutnya dalam tulisan selanjutnya.
Ada peluang profesi baru: penutur cerita
Pasar petualangan belakangan ini tampak jelas tumbuh secara spektakuler. Beberapa waktu lalu, di hadapan kita semua disajikan berita tentang seorang pengusaha yang bersedia membayar US$ 20 juta untuk menjadi wisatawan di angkasa. Mengapa Dennis Tito berani melakukan petualangan berbahaya itu? Salah satunya adalah tersedianya informasi yang lengkap tentang jagat raya, keselamatan, serta teknologi yang tersedia.
Memang, sejak internet merambah dunia, cara manusia mempelajari informasi perjalanan mulai bergeser, dari buku-buku perjalanan wisata ke diskusi mendalam (consumer to consumer) dalam suatu komunitas di dunia cyber. Cerita-cerita tentang angkasa raya, seperti juga tentang Bali dan Mesir, begitu mudah ditemui di internet. Kalau masih kurang jelas mereka bisa melakukan diskusi dengan para astronot atau mantan astronot yang terjalin di beberapa cyber community.
Dennis Tito cuma satu contoh. Arloji Rolex adalah contoh lainnya. ”Kalau Anda mencari arloji karena fungsinya saja, yaitu ketepatan waktu, cukup membayar US$ 10. Tapi, bila Anda ingin mendapatkan lebih dari itu, harus membayar US$ 15.000 untuk cerita dan getaran-getaran emosionalnya,” kata orang-orang Rolex. Rolex mengembangkan konsep Spirit of Enterprise dengan mengeluarkan Rolex Award for Enterprise Journal. Dalam jurnal itu disajikan beberapa cerita yang dikirim oleh achiever - begitu Rolex menyebutnya- tentang pengalamannya meraih prestasi bersama Rolex. Cerita-cerita nyata itu lalu diedarkan di segmen super-premium.
Hal yang sedikit berbeda nuansanya ditemui dalam pasar togetherness, friendship, dan love. Cinta adalah suatu bentuk ekspresi manusia yang biasanya dilengkapi dengan seremoni, dan benda-benda artifak. Hampir semua parfum premium dipasarkan dengan pendekatan ini, dan belakangan telekomunikasi juga melakukan komunikasi dengan pendekatan togetherness. Telepon bukanlah teknologi yang dingin, melainkan suatu bentuk ekspresi komunikasi yang mendekatkan manusia pada jarak yang jauh sekalipun.
Singkatnya, dream society mempunyai karakter yang khas dan digerakkan oleh cerita untuk mengonsumsi sesuatu. Tentu saja orang-orang bisnis belum terlatih baik dalam mendesain produk maupun komunikasinya untuk menangkap segmen ini. Dalam society ini jelas dibutuhkan suatu profesi baru: story teller. Anda berminat? ………..(to be continued)
Dream Society (cont.)
Artikel lalu saya sudah memaparkan dua jenis pasar dalam dream society yaitu pasar togetherness, love, and friendship, dan pasar petualangan (adventure for sale).
Sekarang marilah kita teropong pasar yang disebut Rolf Jensen sebagai Who-am-I Market. Ini adalah sebuah pasar jati diri, yaitu cara seseorang menyatakan self atau dirinya kepada orang lain seperti bunyi pesan iklan Stanley Adam: “pakaian adalah suatu bentuk pernyataan diri”. Pasar ini tentu tidak terbatas pada pakaian saja. Segala sesuatu yang melekat pada tubuh kita (aksesori, jam tangan, topi, tato, pena, dasi, tas, ikat pinggang, sepatu) sampai benda-benda yang sering ikut kita (mobil dan rumah) adalah bagian dari pernyataan diri seseorang. Tapi, jati diri seseorang tidak hanya ditentukan oleh benda-benda duniawi dan hedonis itu melulu. Jati diri seseorang dinyatakan pula oleh hal-hal yang sifatnya intangible seperti pendidikan (termasuk gelar-gelarnya, otaknya, cara mengungkapkan pikiran-pikirannya), cara berjalan, kepemimpinan dan komunitas-komunitas yang diadopsinya.
Pasar ini bagi sebagian orang adalah misteri besar. Namun, begitu dikuak nyatalah bahwa misteri itu sebuah kerajaan besar yang punya keinginan membeli sangat besar. Komedian Dedy Gumelar yang lebih dikenal dengan nama Miing pernah mengatakan kepada saya, nama saya Miing. Saya mau naik taksi, Mercy, bus, atau Karimun sekalipun orang akan tetap memanggil saya Miing. Begitu seseorang berani mengatakan dan melakukan hal tersebut, tentu saja kita melihat sebuah jati diri yang kuat. Sebagai self, orang itu sudah jadi.
Coba bandingkan dengan orang-orang yang setiap hari kita saksikan senang sekali menggelembungkan dirinya. Di suatu kota di negeri tercinta ini pada saya pernah ditunjukkan seorang pengusaha yang baru saja membeli gelar doktor. Gelar itu dipajangnya di media masa dan kartu bisnisnya. Bahkan, di berbagai kegiatan MC diminta membacakan gelarnya dengan lengkap. Padahal gelar itu dibeli dari sebuah lembaga di Jakarta, yang dikenal rajin beriklan mengobral gelar macam-macam. Kalau tidak salah harga gelar itu cuma empat juta rupiah. Saya lihat sudah banyak dreamer yang kurang punya rasa percaya diri membelinya. Di kalangan orang yang memperoleh gelar doktor dengan susah payah saya hitung ongkos sekolah saya selama lima tahun sekitar satu miliar rupiah. Tentu saja orang-orang itu diterima dengan cekikikan: lucu dan menggelikan. Gelar beliau justru mengungkapkan aib: seorang dreamer yang tidak punya rasa percaya diri dan membutuhkan pengakuan dari orang lain. Dengan kata lain, pernyataan diri orang itu belum kuat, hidupnya rapuh, akarnya tidak kokoh.
Kalau Saudara menonton di layar kaca pada hari Kamis malam (31 Mei) lalu. Lihatlah betapa bangganya Andrie Wongso mengakui dirinya hanya bergelar SDTT atau Sekolah Dasar Tidak Tamat. Andrie (47) kini menjadi miliuner dengan menjual kartu-kartu motivasi (Harvest) yang juga ditargetkan kepada dream society. Ia menjadi motivator olah ragawan nasional yang hampir menyerah sehingga bangkit kembali sebagai juara.
Hal-hal yang sifatnya intangible ini tentu banyak Saudara temui dalam kehidupan kelas menengah sehari-hari. Manusia bukan hanya mencari isi, tapi juga membeli kemasan. Ada yang bergabung dengan Lions Club atau Rotary Club untuk mengembangkan pribadinya, tapi pasti ada pula yang mencari kemasan. Ada yang menyumbang karena ikhlas, tapi ada yang menyumbang (pribadi) sambil menunjukkan wajahnya di depan kamera televisi. Demikian pula orang-orang lugu tak mengerti politik yang tiba-tiba dibicarakan orang sebagai calon direktur karena katanya punya kartu anggota di salah satu partai. Mereka semua adalah dreamer: bisa dreamer ikhlas, bisa pula dreamer tertawaan.
Dalam dunia hedonis benda-benda sudah lama dipakai untuk memperkuat self seseorang. Champaign Moot & Chandon menjadi terkenal setelah menjangkau pasar ini. Story yang diambil adalah ucapan panglima perang Napoleon Bonaparte: “In victory you deserve it, in defeat you need it”. Champaign ini disimbolkan dalam bentuk Grand Prise Racing Story. Pemenang lomba balap mobil dianugerahi sampanye. Sampanye dikocok di depan publik, dan muncratan gasnya disemburkan ke udara dengan disaksikan televisi dan jutaan konsumen.
Jam tangan Swatch punya konsep Irony dan Swatch Country.
Gucci yang dibuat tahun 1920 di Florence Italia memiliki konsep Stay Small to remain great, dan sekarang outlet-nya sudah mendekati 200 di seluruh dunia.
Levi' Strauss dengan pasar sebesar US$ 10 miliar lebih menjangkau remaja perempuan dengan konsep The Princes dream, the pony dream, the pretty bride dream.
Semua itu adalah sedikit dari contoh betapa sebuah story dapat memperkaya value added suatu produk yang ditargetkan pada jati diri Saudara.
Semua ini tentu terpulang pada jati diri Saudara masing-masing. Sebagian orang masih membeli semua perlengkapan self itu untuk mengisi dirinya. Sebagian lagi membeli karena fungsinya. Yang lain masih membeli karena harganya yang murah. Ada juga yang membeli karena butuh tempelan. Itu pun pasarnya terbagi dua, yaitu mereka yang mengutamakan tempelan dan mereka yang menjadikannya sekadar pelengkap, pengirim sinyal (extended self). Penganut pasar Who-am-I ini ada baiknya merenungi sajak yang ditulis seorang napi di Amerika ketika dia akan dihukum mati. Sajak ini ditemukan beberapa saat setelah napi itu dieksekusi. Judulnya Man in the Mirror. Simaklah isinya:
Jika Anda berjuang dan mendapatkan apa yang Anda mau Dan dunia membuat Anda menjadi raja sehari Pergilah ke kaca dan tataplah dirimu Dengarkan apa yang dikatakan oleh orang dalam kaca, Ia bukanlah bapak, ibu atau istri Yang selalu harus berpihak kepadamu Orang yang sangat berpengaruh terhadap dirimu Adalah orang yang menatapmu di kaca tersebut
Ia adalah orang yang harus Anda layani Karena ia dan Anda yang menjalani sampai akhir Dan Anda telah berhasil melalui ujian terberat dan paling berbahaya, Jika Anda dan orang dalam kaca tersebut berhasil menjadi teman.
Anda bisa saja menipu seluruh dunia Serta membuat semua orang bertepuk tangan Namun yang Anda dapat hanyalah sakit hati dan air mata, Jika Anda menipu orang di dalam kaca. (Anonim)
This article was prepared by: Rhenald Kasali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar