Kamis, 12 Juni 2008

Menciptakan Masyarakat berbudaya Wirausaha



Lembaga Manajemen FE UI pada tahun 1987 melakukan penelitian dan berhasil merumuskan beberapa permasalahan utama yang dihadapi SME (small medium enterprises): 1. Sebelum investasi masalah permodalan: kemudahan usaha (lokasi dan perizinan); 2. Pengenalan usaha: pemasaran, permodalan, hubungan usaha; 3. Peningkatan usaha: pengadaan bahan/barang; 4. Usaha menurun karena: kurang modal, kurang mampu memasarkan, kurang keterampilan teknis, dan administrasi; 4. Mengharapkan bantuan pemerintah berupa modal, pemasaran, dan pengadaan barang; 5. 60 % menggunakan teknologi tradisional; 7. 70 % melakukan pemasaran langsung ke konsumen; 8.Untuk memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus disiapkan dipandang terlalu rumit.







Pembaca, melakukan switch mental, dari mental ambtenaar ke wirausahawan, bukan soal mudah. Tapi juga, ia bukan sesuatu yang luar biasa sulit. Terlalu lama meyakini, berwirausaha itu sulit, membuat orang cenderung mematikan potensinya. Persis data tahun 1987 di awal bab ini: semua terlalu rumit!
Tahukah Anda, sejumlah orang yang sudah merasa dirinya terlalu lama menjadi orang gajian, mulai tergelitik untuk memiliki usaha sendiri. Keinginan itu diperkuat dengan sering membaca profil sukses wirausahawan yang jumlahnya terus bertambah. Hasilnya, kebanyakan dari mereka kian yakin mereka akan memilih menjalankan usaha sendiri. ”Jiwa wirausaha”, harus dikembangkan di tengah masyarakat, karena manfaatnya bukan hanya bagi sang enterpreneur tapi juga untuk penyehatan perekonomian masyarakat umumnya. Organisasi, sebaiknya mulai menata diri untuk memiliki budaya kewirausahaan. Berikut ini beberapa diantara syarat pencapaiannya.

Kepercayaan dan Kebersamaan

Budaya organisasi harus mencakup ‘pertumbuhan’ kepercayaan timbal balik antar individu di dalamnya. Dalam organisasi berdasar hubungan, orang tidak diatur, tetapi mereka diperlakukan sebagai individu yang layak dipercaya yang berkeinginan untuk membaktikan waktu dan tenaga mereka pada apa ”yang ingin mereka lakukan” dan ”yang harus mereka lakukan”, karena mereka memahami tidak ada pemisah antara keduanya. Jelasnya, harus terdapat jiwa kepemilikan bersama dalam sebuah organisasi, yang membuat individu di dalamnya memiliki komitmen mengoptimalkan kerja. Komitmen semacam itu adalah kondisi yang baik untuk memulai investasi dalam bisnis, sekaligus mengapresiasi sebuah semangat wirausaha yang muncul ditengah-tengah masyarakat.

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha

Ada yang dihantui rasa berat, bahwa keragaman amat sulit beroperasi secara sepakat dalam menerapkan strategi pokok. Menurut kami, yang diperlukan adalah kesanggupan untuk sepakat memanfaatkan seluruh kekuatan, saling melengkapi dalam sebuah ikhtiar kesatuan tujuan. Dengan kepemimpinan semacam ini fokus keberhasilan sudah jelas. Tanpa itu, keragaman memang menjadi ”hantu” penghambat pencapaian tujuan. Kata simpulnya, tidak lain:

Keragaman yang mencapai kesepakatan bulat, melengkapi kekuatan para pemimpin untuk mencapai tujuan yang mempersatukan.

Saling Sokong Inisiatif Wirausaha

Kebanyakan organisasi mapan beroperasi dibawah kepemimpinan yang terpusat. Desentralisasi bisnis yang melahirkan unit-unit yang terpisah, dibangun di bawah arahan penyokong yang terpilih dan berkemauan untuk mendukung insiatif-insiatif ini. Sokongan ini, tentu saja, harus berasal dari tingkat tertinggi dengan kemampuan pengambilan keputusan penuh.
Kegiatan pendampingan penasihat, penyokongan dan pemberdayaan penting dalam mendukung para wirausahawan dalam unit bisnis yang baru. Para penyokong/pendamping, menyediakan sumber dan saluran untuk pengembangan kewirausahaan dan belajar, serta diterapkan secara konsisten.

Arahkan Tim Wirausaha

Sebelum menyinggung “arahan”, kita kenali tim wirausaha. Butir-butir berikut ini, menjelaskan tim wirausaha:

 Dimotivasi oleh rangsangan kesempatan pasar yang telah diidentifikasi untuk dikejar.
 Kualitas tim wirausaha adalah faktor yang menentukan sukses dalam perusahaan yang sangat menguntungkan. Suatu tim wirausaha terdiri dari anggota pendiri suatu perusahaan baru atau unit bisnis sokongan.
 Penting bahwa suatu tim diperlengkapi peningkatan kekuatan dan pengetahuan. Merupakan tugas pimpinan wirausaha untuk menyatukan dan menumbuhkan lapisan-lapisan ini menjadi tim kerja yang terintegrasi.
 Cara pikir yang beragam, dilengkapi “kekuatan” dan “kesepakatan untuk tujuan yang dominan”, penting bagi tim yang tepat sebagaimana campuran “keterampilan manajemen” dan “wirausaha”.
 Mengandung kesetiaan dan kepercayaan, efektivitas kerja kelompok pengambil keputusan

Saat menyusun tim yang spesifik dalam sebuah perusahaan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagai tambahan adalah :

 Apakah si calon memiliki pengalaman dalam industri spesifik itu?
 Apakah mereka memiliki catatan yang membuktikan kompetensi mereka dalam inisiatif berwirausaha?
 Akankah mereka memiliki kredibilitas pada industrinya dan rekan timnya?
 Jaringan kerja atau sumber daya apa yang mereka bawa untuk tim?
 Apakah mereka termotivasi untuk menjadi bagian tim, unit dan diarahkan oleh inisiatif?



Hargailah Tingkah Laku Wirausaha

Masyarakat kita sering mencemooh bila ada yang berprofesi sebagai wirausaha, terlebih bila ia berpendidikan tinggi, S2 apalagi S3. Ini tidak terlalu mengherankan karena stigma berpikir masyarakat kita yang sudah sedemikian terpola: “Setelah lulus sekolah lalu kerja!” Sangat jarang yang berpikir, setelah lulus menciptakan pekerjaan. Manusia dalam katagori ini sering dibilang orang gila, nggak waras, bodoh dan sederetan kecaman lain. Barulah setelah berhasil, semua orang akan mendekat. Bukankah semua usaha yang dilakukan para entrepreneur sukses pada awalnya dianggap gila hingga ia berhasil?
Karenanya ambil setiap kesempatan untuk menunjukkan pada kolega, rekan dan tim Anda bahwa Anda percaya pada mereka dan memiliki keyakinan pada kemampuan mereka. Tinggallah dalam perusahaan dan tetap dalam kendali jika Anda suka, namun bertingkah lakulah sebagai pemimpin yang membantu dalam hubungan rekanan. Hargailah rekan Anda untuk memiliki saham dalam perusahaan.


Bangunlah Jaringan Kewirausahaan

Jaringan dan berhubungan dengan jaringan selalu merupakan fondasi kuat untuk membangun bisnis. Karena kita hidup di zaman pekerja berpengetahuan yang dioperasikan di bawah paradigma yang diarahkan oleh mutu tinggi dan hubungan baik, dasar tersebut sangat penting untuk keberhasilan.
Dengan database berlimpah, digabung keuntungan praktis yang disediakan internet, diperoleh akses untuk berhubungan ataupun untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sebelum era internet, belum pernah ada jalan semudah ini. Saat ini, dengan sentuhan jari, pengetahuan yang dipilih beserta detailnya dapat dikirimkan dan diterima. Tidak mengherankan inisiatif bisnis wirausaha dapat bergerak dengan cepat dan mudah tumbuh dengan baik dan kuat.
Terlalu banyak organisasi yang memiliki unit yang menyimpan banyak hal untuk mereka sendiri dan cemas unit tetangga mencuri ide-ide mereka. Kurangnya hubungan dalam organisasi adalah alasan utama mengapa organisasi tersebut kehilangan kesempatan. Saat kekuatan semua sumber daya dibawakan bersama-sama, tercapai keberhasilan yang lebih besar. Sekali Anda melakukan kontak, pelihara mereka. Mereka adalah sumber daya wirausaha.
Ada cerita dari sebuah sudut Jakarta, puluhan tahun silam. Saat itu, sudah masyhur, bahwa perputaran uang terbesar di Indonesia terletak antara Glodok dan Jembatan Tiga. Konon di daerah Jembatan Tiga, ada kedai mie yang dikenal sebagai mie Toko Tiga. Di situ sering menjadi tempat mangkal para tauke. Bila ada yang ingin melakukan bisnis dan butuh uang, tak jarang mereka hanya mengambil secarik kertas bekas pembungkus rokok, menulis sedikit catatan diatasnya serta sejumlah angka dan menandatanganinya. Dengan bekal kertas bekas rokok tersebut si pembawa dapat melakukan peminjaman uang ke jaringan mereka di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri. Tapi jangan coba-coba mengingkari kepercayaan apalagi menipu. Sekali jalan ditutup tak kan terbuka lagi seumur hidup bahkan hingga tujuh turunan.
Masih soal “jaringan” yang dirawat baik, ada contoh menarik tentang sumber daya modal yang mengalir dengan amat sederhana. Seorang kawan, mendapat cerita tentang bagaimana rekannya – seorang keturunan Tionghoa, secara rutin memperoleh kiriman dana segar dari rekan-rekannya. Usaha riilnya, melayani pengobatan alternatif tusuk jarum. Tapi bukan dari urusan pengobatan itu, ia memperoleh dana relatif lancar. “Bisakah kamu mengatakan, berapa orang yang benar-benar kawanmu? Lalu siapa diantara kawan dekatmu, yang rela memberimu sekadar uang pertemanan setahun sekali dengan nilai nominal tertentu. Setahun sekali, Bung. Takkan ada yang keberatan. Nah, modal saya, cuma telpon genggam dan pulsa. Saya ingatkan kawan-kawan saya, uang pertemannya tahun ini, saatnya ditransfer.” Nah, dengan mengirim pesan seperti itu, si shinse kecil-kecilan ini mendapat dana rutin, setiap hari dari orang yang berbeda. Semuanya, dari kawannya!
Saat istri kawan saya ini sedang menanti kelahiran anaknya yang ketiga, ia dalam situasi tongpes (kantong kempes)! “Duitku cuma ada satu jutaan di tabungan. Paling sedikit, kalau istriku melahirkan normal, bisa habis sejutaan lebih. Kalau ada masalah, bisa lebih besar. Aku khawatir sekali. Lalu kuingat kawanku, si shinse itu. Semua nomor ha pe kawan yang ada dalam ha pe ku, kukirimi SMS, memberitahu mereka, saat ini aku sedang berdebar-debar menunggui kelahiran anak ketiga di rumah sakit. Habis itu, aku pasrah saja. Beberapa kawan membalas, menanyakan nomor rekeningku. Eh, tak lama, paginya, setelah kulunasi duapertiga biaya persalinan, aku masih punya tunggakan. Kujanjikan kepada petugas adminsitrasi, siang itu juga kekurangannya akan kulunasi. Kawan, tahu apa yang terjadi saat aku periksa saldo di rekeningku. Saldo tabunganku, bertambah dua kali lipat. Lebih dari cukup untuk melunasi tunggakan biaya istri melahirkan. Bahkan esoknya masih ada beberapa transfer susulan.”
Pembaca, kisah tauke Jembatan Tiga, shinse dengan sumbangan pertemanannya, dan kawan saya yang baru melahirkan anak ketiga itu, adalah contoh, betapa penting merawat “jaringan”. Jaringan, adalah sekumpulan individu yang memiliki rasa respek terhadap diri kita, karena kredibilitas pertemanan kita yang bisa diandalkan. Bisnis, di zaman kapan pun, akan eksis dengan kredibilitas semacam ini. Kewirausahaan, memang bukan cuma soal “uang” tapi juga “jaringan”. Dunia perubahan sosial menyebutnya sebagai social capital.

Tidak ada komentar: