Selasa, 01 Juli 2008

Sa'ad bin Amir al jumahi



Saad bin Amir al-Jumahi memeluk Islam sebelum kejatuhan Khaibar yaitu
pada bulan Safar, 7 Hijrah. Di kalangan sahabat namanya tidak terlalu
menonjol. Namun begitu sejarah kehidupan Saad penuh dengan contoh
teladan.

Beberapa kejadian dalam kehidupan Saad dapat mengungkapkan mengenai
ketinggian peribadinya. Dalam aspek kepemimpinan adalah yang paling
menonjol. Sebagai pemimpin umat beliau memiliki beberapa sifat yang
terpuji.

Pertama, Saad tidak memandang jabatan sebagai harta perhiasan dunia
yang perlu dikejar serta dibanggakan. Sewaktu Umar bin Khattab menjadi
khalifah, Saad dilantik sebagai Gubernur Homs. Sejak awal lagi, dia
keberatan untuk menerima perlantikan itu. Katanya kepada Amirul
Mukminin, "Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah!" Mendengar jawapan
itu Umar berkata, "Tidak, demi Allah aku tidak mau melepaskan kamu!
Apakah kamu hendak membebankan amanah dan khilafah di atas bahuku,
kemudian kamu meninggalkan aku?" Akhirnya dengan rasa berat dia
menerima juga pelantikan itu.

Kedua, tanggungjawab terhadap amanah merupakan sifat yang dijunjung
tinggi oleh Saad. Dengan itu dia berupaya mengerahkan segala kemampuannya
sebaik mungkin, termasuk keuangan. Dia berusaha pula mengendali
serta menjelaskan sikapnya kepada isterinya. Setelah selesai pelantikan
diadakan, Saad dan isterinya berangkat ke kota Homs. Khalifah membekal-
kannya uang secukupnya serta keperluan hidupnya yang lain.

Suatu ketika sewaktu kedudukan Saad telah agak stabil, isterinya
mengemukakan satu permintaan. Dia ingin membeli pakaian, perabot
rumah tangga menggunakan sebagian harta yang dikumpulkan. Melihat
keinginan isterinya itu, Saad berkata, "Maukah aku tunjukkan yang
lebih baik daripada rancanganmu itu? Kita berada di satu negeri yang
sangat pesat dengan urusan jual beli yang menguntungkan. Lebih baik
kita serahkan harta ini kepada yang dapat mengembangkan harta kita
sehingga keuntungan yang besar akan selalu kita peroleh!"

Mendengar janji yang sangat menarik itu, isterinya menerima usulan
itu dan menyerahkan uang kepada Saad. Waktu terus berlalu. Setiap kali
si isteri bertanya mengenai uang simpanannya, Saad menyatakan keadaan-
nya baik dan berjalan lancar. Bahkan urusan perniagaan dari hari ke hari
semakin bertambah dan banyak keuntungan yang diperoleh.

Karena Saad selalu memberi jawapan demikian, pada satu hari isterinya
bertanya kepada salah seorang sahabat yang mengetahui kedudukan hal
yang sebenar. Setelah didesak, akhirnya sahabat itu memberitahu
bahwa Saad telah menginfaqkan hartanya di jalan Allah.

Ketiga, Saad bukanlah jenis pegawai yang menafkahkan hartanya sekadar
sebagai simbolik sedangkan sebenarnya dia berupaya mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya. Pengorbanannya sebagai seorang pemimpin begitu
besar dan harga dirinya begitu tinggi sehingga Umar sendiri pun
terkejut mendengar mengenai kehidupan rumah tangga Saad.

Suatu ketika Umar mengirim wakil ke Homs untuk meninjau keadaan pemerintahan di sana. Ketika wakil itu kembali ke Madinah, Umar meminta daftar penduduk Homs yang tergolong dalam kategori fakir miskin.

Sewaktu Umar meneliti laporan itu, dia melihat nama Saad dimasukkan
sebagai orang yang perlu mendapat bantuan karena kemiskinannya. Umar
bertanya kepada wakil itu, "Betulkah Gubernur kamu ini miskin?" Jawab
mereka, "Benar, ya Amirul Mukminin. Demi Allah di rumahnya selalu
tidak kelihatan tanda-tanda api menyala (tidak memasak)!"

Mendengar jawaban itu, menitislah air mata Umar. Dia menyuruh wakilnya
menyerahkan kantong berisi uang untuk bekal kehidupan Saad. Sewaktu
menerima kiriman dari Umar itu, Saad mengucapkan, "Innalillahi wa
inna ilaihi roji'un!" Dia terus memanggil isterinya dan memerintahkan-
nya supaya membagikan uang itu kepada fakir miskin.

Keempat, Saad sentiasa bersifat berlapang dada terhadap berbagai
kritikan yang datang daripada rakyatnya. Sebenarnya memang sebelum
kedatangan Saad pun, penduduk Homs sudah terkenal sebagai golongan
yang banyak menuntut itu dan ini.

Homs pada ketika itu dikenali sebagai Kuwaifah (Kufah kecil) karena
penduduknya yang mirip dengan orang Kufah, yaitu senang melapor kepada
pemerintah pusat akan kelemahan yang dianggap ada pada gubernur mereka.

Suatu ketika Umar datang ke Homs. Kesempatan itu digunakannya untuk
mendapatkan pandangan rakyatnya. Dalam satu majlis dia mempersilakan
rakyat menyampaikan rasa tidak puas hati terhadap pemimpin mereka.
Tanpa ragu sedikit pun mereka mengemukakan empat tuntutan
kepada khalifah yaitu

1. Gubernur baru keluar dari rumah setelah matahari tinggi,
2. tidak bersedia melayani rakyat pada malam hari,
3. dalam sebulan ada sehari tidak datang ke kantor sehari penuh dan
4. kadangkala gubernur jatuh pingsan di hadapan umum.

Umar menerima kritikan itu dan kemudian mempersilakan Saad mengajukan
pembelaan-nya. Saad berkata, "Mengenai tuduhan mereka bahwa saya
tidak hendak keluar sebelum matahari tinggi, maka demi Allah, sebetul-
nya saya tidak hendak menyebutkannya ... keluarga kami tidak memiliki
pembantu. Oleh itu setiap pagi terpaksa saya membantu membuat adonan
roti terlebih dahulu untuk keluarga saya. Sesudah adonan itu siap
dimasak, barulah saya buat roti. Kemudia saya berwudhu untuk solat
Dhuha. Sesudah itu saya berangkat ke tempat bertugas.

Mengenai kritikan kedua, saya telah membagi waktu saya. Siang hari
untuk melayani masyarakat dan malam hari untuk bertaqarrub ilallah.

Mengenai kritikan ketiga, seperti yang telah saya terangkan tadi, saya
tidak mempunyai pelayan atau pembantu rumah tangga. Di samping itu
saya hanya memiliki pakaian yang melekat di badan ini. Saya mencucinya
sebulan sekali. Bila mencucinya saya menunggu kering lebih dahulu.
Selepas itu barulah saya dapat pergi melayani masyarakat.

Tentang kritikan keempat, ketika saya masih jahiliah saya pernah
menyaksikan almarhum Khubaib bin Adi dihukum oleh kaum Quraisy yang
kafir. Saya menyaksikan tubuhnya dicincang oleh orang Quraisy. Mereka
bawa tubuh itu dengan tandu sambil bertanya kepada Khubaib, 'Maukah
tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedang kamu berada
dalam keadaan sehat wal afiat?' Jawab Khubaib, 'Demi Allah, saya tidak
ingin berada dalam lingkungan anak isteriku diliputi keselamatan dan
kesenangan dunia manakala Rasulullah SAW ditimpa bencana walau oleh
tusukan duri sekalipun...' "Setiap kali saya terkenang peristiwa itu
tubuh saya gementar karena takut akan siksa Allah dan saya merasa
berdosa karena pada waktu itu saya tidak dapat membantu Khubaib
sedikit pun. Dan saya berasa dosa saya tidak akan diampuni Allah
SWT...!"

Saad mengakhiri kata-katanya dengan titisan air mata di kedua belah
pipinya. Mendengar alasan Saad itu, Umar pun tidak dapat menahan rasa
terharunya. Dipeluknya gubernurnya itu sambil berkata, "Alhamdulillah
karena dengan taufiq-Nya firasatku tidak meleset."

Tidak ada komentar: